Ever 17: The Out of Infinity – Ketika Narasi dan Filosofi Bertabrakan dalam Labirin Waktu
Apa jadinya jika Anda terjebak dalam ruang bawah laut yang terisolasi, di mana waktu berputar seperti spiral tak berujung, dan setiap keputusan mengubah takdir? Ever 17: The Out of Infinity (2002) bukan sekadar visual novel biasa—ini adalah eksperimen naratif yang berani, menggabungkan elemen sci-fi, psikologi, dan filosofi dalam sebuah cerita yang terus membingungkan sekaligus memukau pemainnya.
Labirin Narasi yang Memutar Realitas
Dikembangkan oleh Chunsoft (kini Spike Chunsoft) dan ditulis oleh Kotaro Uchikoshi—sang maestro di balik seri *Zero Escape—*Ever 17 menceritakan kisah tujuh orang yang terperangkap di fasilitas rekreasi bawah laut LeMU. Di tengah kebocoran air yang mengancam nyawa, mereka harus memecahkan teka-teki waktu dan ruang sambil bertahan dari paradoks yang tak terduga.
Yang membedakan Ever 17 dari visual novel lain adalah struktur non-linear-nya. Pemain akan mengalami cerita dari dua perspektif berbeda: seorang pemuda bernama Takeshi dan seorang mahasiswa bernama Kid. Setiap jalur cerita saling bertautan seperti puzzle, dan hanya dengan menyelesaikan semua ending (termasuk “Requiem” dan “Never 17”), kebenaran utuh terkuak. Di sini, Uchikoshi bermain dengan konsep Bootstrap Paradox dan observer effect, mengaburkan batas antara kebetulan dan takdir.
Gameplay: Lebih dari Sekadar Klik dan Baca
Meski tergolong visual novel “tradisional” dengan gameplay berbasis teks dan pilihan dialog, Ever 17 menyelipkan elemen interaktif cerdas. Pemain harus memperhatikan detail kecil—seperti tanggal, jam, dan percakapan yang tampak sepele—karena semuanya adalah petunjuk untuk memecahkan misteri inti. Sistem skip yang cermat memungkinkan pemain melompati dialog yang sudah dibaca, tetapi hati-hati: terkadang, perbedaan satu kata pun bisa mengarah ke ending yang sama sekali berbeda.
Visual dan Suara: Nostalgia yang Menghantui
Dengan latar tahun 2000-an, desain karakter Ever 17 mungkin terlihat kuno dibandingkan standar modern. Namun, justru di situlah pesonanya. Ilustrasi oleh Rui Nakagawa (yang juga bekerja pada Never 7 dan Remember 11) memberikan aura melankolis yang cocok dengan tema isolasi dan ketidakpastian. Efek suara gemericik air, alarm bahaya, dan musik ambient karya Takeshi Abo (composer Steins;Gate) menciptakan atmosfer mencekam yang tetap melekat lama setelah permainan usai.
Filosofi di Balik Misteri
Ever 17 bukan hanya tentang menyelamatkan diri dari tenggelam. Di kedalamannya, game ini mengajak pemain merenung tentang hakikat keberadaan: Apa yang membedakan “diri” kita dari orang lain? Bisakah kesadaran memengaruhi realitas? Melalui karakter seperti Tsugumi (gadis penyendiri dengan masa lalu kelam) dan Sora (anak misterius yang bicara tentang “dunia di luar”), Uchikoshi menyelipkan kritik halus terhadap determinisme ilmiah dan konsep free will.

Warisan yang Tak Lekang Waktu
Meski dirilis dua dekade lalu, Ever 17 tetap menjadi tolok ukur visual novel. Alurnya yang kompleks menginspirasi seri Zero Escape dan AI: The Somnium Files, sementara twist akhirnya yang mind-blowing masih sering dibahas di forum-forum penggemar. Bagi pemain baru, bersiaplah untuk mengalami brain itch—perasaan antara kagum dan frustasi—saat mencoba memahami semua lapisan ceritanya.
Kesimpulan: Sebuah Karya yang Menantang Batas Narasi
Ever 17: The Out of Infinity mungkin bukan game untuk semua orang. Ia menuntut kesabaran, ketelitian, dan kemauan untuk bermain ulang berkali-kali. Namun, bagi yang sanggup melewati labirinnya, hadiahnya adalah pengalaman naratif yang tak terlupakan—sebuah cerita yang membuktikan bahwa dalam dunia fiksi, bahkan paradoks pun bisa menjadi mahakarya.
“Di LeMU, waktu adalah ilusi. Tapi air mata dan tawa yang kau rasakan? Itu nyata.” – Kutipan dari karakter anonim.